Laman

Selasa, 17 Juli 2012

sepotong cerita dari novel

ini sepotong cerita dari novel gue yang belom selesai, behahaha... 


      Siang ini aku dan Risa berencana untuk pergi ke mall, sebenarnya hanya untuk mengusir rasa bosan, kami menonton film Mission Impossible di bioskop.

      Begitu sampai dan sudah membeli tiket, aku dan Risa memutuskan untuk pergi ke toko buku agar tidak bosan menunggu. Tapi, kami keasyikan membaca sehingga telat beberapa menit. Kami setengah berlari menuju bioskop, begitu melihat studio 3 sudah di buka, kami bergegas masuk dan lampu sudah dimatikan. 

       Di dalam begitu ramai penonton, kami duduk di barisan keempat dari atas dan agak pojok. Banyak sepasang kekasih yang menonton bersama, aku tidak iri, aku hanya bilang saja kalau yang berpasangan lebih banyak daripada, yah bermacam-macam. 

       “Sini, Sa.” Aku duduk di kursi ketiga dari pojok. 

       Ketika bagian Tom Cruise sedang menerima pesan rahasia di telepon umum, datanglah sepasang kekasih yang sepertinya duduk di sebelahku. Kehadiran mereka menggangguku yang sedang serius menonton—Sebenarnya aku kesal karena setelah itu si perempuan selalu berisik, ditambah ketika ia membuka ponsel, sinar ponsel itu sangat mengganggu! Sementara si lelaki serius menonton. 

       Dan ketika film selesai, lampu mulai dinyalakan. Aku melirik perempuan di sebelahku dengan mata tajam dan sinis. Jujur aku tidak bisa menatapnya dengan pandangan biasa. Sepertinya ia menyadari itu, maka ia segera bicara dengan kekasihnya untuk segera pergi. 

       “Karissa?” 

       Aku menoleh, melihat Marvin yang berada di situ, ternyata sepasang kekasih tadi adalah Marvin dan... perempuan menyebalkan itu? Oh yang benar saja!? Marvin?! 

       Aku tak acuh, lalu berdiri dan menarik Risa untuk pergi. 

       Samar-samar aku mendengar perempuan tadi bicara “dia siapa kamu?” 

       Karena belum selesai memilih buku di toko buku, aku dan Risa pergi ke situ lagi. Aku mencari-cari komik shounen yang sering aku beli setiap bulannya. Tak juga aku temukan. 

       “Nyari komik Fairy Tail?” 

       Aku mendongak, melihat Marvin yang berdiri di sampingku buatku kembali menunduk dan tak menjawabnya. 

       “Komiknya belom terbit, Sa. Tadi udah tanya, soalnya.” 

       Kuhentikan pencarian, lalu hendak pergi. 

       Marvin tampak cuek setelah melihatku pergi. Aku menoleh menatap punggungnya, punggung itu terlihat begitu dingin dan jauh di mataku. Entah apa yang membuat pandangan ini begitu berbeda dengan yang dulu. Mungkin keadaannya tak lagi sama seperti masa lalu. 

       Mungkin, karena ia sudah punya genggaman yang lain. 

       Makanya ia bersikap cuek. 


       Aku dan Risa sedang makan siang, kami duduk di tempat yang outdoor. Ternyata di luar gerimis, tapi tak apalah daripada tidak kebagian tempat duduk. Akhirnya aku menatap gerimis dengan mata nanar. Gerimis itu cukup untuk memuntahkan kenangan dari dalam laci memori sehingga aku mengingat kenangan bersamanya di mall ini. Teringat ketika kami kencan pertama, kami janjian di depan mall. Ia tak menjemputku dari rumah karena dulu ia tak punya motor, akhirnya ia datang dengan metromini berkulit basah, juga tercium butir air yang terus menempel pada dirinya. Rambutnya basah kuyup karenanya, padahal ia bisa berteduh lebih dulu dan tak memaksakan diri untuk menerjang serangkaian air ini. Tapi apa yang ia bilang padaku? 

       “aku cuma gak mau ngundurin janji dan bikin kamu nunggu aku lebih lama, aku udah nepatin janji, kan?” 

       Kemudian aku berkata sambil menoyor kepalanya “Dari pada kamu basah begini? Ntar malah masuk angin. Aku gak marah kok kalo kamu telat!” 

       Dan dia berkata “Hujan gak bakal nyakitin aku, aku juga yakin, kamu sama kaya hujan itu, kamu gak bakal marahin aku. Hehehe...” 

       Saat itu, aku menoyor kepalanya lagi. 

       Marvin adalah orang yang jujur, ia tidak pandai gombal, ia juga tidak pandai merangkai kata-kata, ia tidak suka memakai kalimat orang lain dan lebih suka merangkainya sendiri meskipun jauh dari sempurna. 

       Ya ampun, kenapa aku benar-benar teringat tiap perkataan dan sifatnya?! 

       “HEI!” Risa membuyar lamunanku “Keinget Marvin, yaaaaa?” 

“Gak.” Jawabku bohong. 

       Gerimis masih memeluk permukaan bumi, angin sepoi-sepoi masih menyapu sekitarnya, matahari masih malu dan bersembunyi di balik kapas kelabu itu, kemilau jingga juga bersembunyi berdampingan dengan matahari. 

       Mungkin kini aku merasakan apa yang telah dikatakan Risa terdahulu. Menyesal. 

       Risa pernah berkata menyesal telah melepas Rizal dulu, meskipun sekarang mereka sudah kembali. Sekarang aku tahu perasaan Risa dulu. 

       Sesekali aku bermimpi, melihat senyumnya lagi, senyum untukku, senyum yang dapat kumiliki dari bibirnya. Ditambah lagi, ketika akulah alasannya. 

       Aku menatap langit kelabu lagi, dan kini menyesap kopi. Ditambah memori di masa lalu yang tak sengaja mampir.
***

Hei Senja

Hei senja, apa kabar?
Kenapa sekarang kamu jarang datang? 
Aku rindukan kemilau jingga yang meledakkan keindahan yang tak abadi itu.
Karena tak abadi, makanya berharga.

Sekarang awan kelabu sedang berkumpul menjadi satu. 
Mungkin senja capek berdiri di sini, 
makanya awan itu menggantikanmu. 

Hei, senja. 
Apakah ketika nanti kamu datang, 
aku boleh menyimpan sepotong keindahanmu, 
lalu kuhadiahkan pada dia?